Malang, 18 April 2025 – Suasana haru dan khidmat menyelimuti halaman Gereja Katolik Santo Yohanes Pemandi Janti, Malang, pada Jumat pagi (18/4), saat puluhan anggota Orang Muda Katolik (OMK) mempersembahkan visualisasi Kisah Sengsara Tuhan Yesus. Acara yang dimulai pukul 08.00 WIB ini menjadi puncak rangkaian perayaan Pekan Suci dan mengajak umat untuk merenungkan kembali pengorbanan Kristus bagi keselamatan umat manusia.
Menyatu dalam Spiritualitas Jumat Agung
Visualisasi kisah sengsara ini merupakan bentuk devosi umat Katolik terhadap penderitaan Yesus Kristus yang disalibkan di Golgota. Dalam suasana yang penuh keheningan dan refleksi, OMK membawakan setiap adegan dengan penuh penghayatan, mulai dari perjamuan terakhir, doa di taman Getsemani, penangkapan, pengadilan, hingga penyaliban di Bukit Golgota.
Dengan mengenakan kostum yang menyerupai tokoh-tokoh dalam kisah Alkitab, para anggota OMK membawakan peran Yesus, Maria, para rasul, serdadu Romawi, dan tokoh-tokoh lain yang berperan dalam perjalanan sengsara Tuhan. Penampilan mereka disambut dengan kekhusyukan oleh ratusan umat yang hadir, duduk tertib dan mengikuti setiap momen dalam perenungan mendalam.
Persiapan yang Matang dan Penuh Pengorbanan
Menurut Gema pemeran Maria Magdalena mengungkapkan, persiapan untuk visualisasi ini telah dilakukan selama lebih dari satu bulan. “Kami latihan rutin setiap akhir pekan, bahkan menjelang hari H kami tambah jadwal menjadi tiga kali seminggu. Kami anak muda sangat antusias dan memberikan yang terbaik, karena ini bukan sekadar penampilan, tapi bentuk pelayanan iman kami ” ujarnya.
Ia juga menjelaskan bahwa proses latihan tidak hanya melibatkan penguasaan akting dan gerak, tetapi juga pembekalan rohani. OMK diajak untuk memahami makna tiap adegan, sehingga saat tampil, mereka tidak hanya memerankan tokoh secara fisik, tetapi juga menghayati secara spiritual.
Partisipasi Umat dan Momen Kontemplatif
Romo Kris, selaku pastor paroki, menyampaikan bahwa kegiatan ini menjadi bagian penting dalam tradisi Jumat Agung. “Visualisasi ini bukan hanya tontonan, tapi sarana untuk mengajak umat masuk lebih dalam dalam misteri penderitaan dan cinta Tuhan. Melalui visualisasi, umat—terutama kaum muda—diajak beriman secara konkret dan aktif,” ungkap Romo Kris.
Dalam kegiatan ini, umat tidak hanya menjadi penonton, tetapi turut serta dalam doa-doa, nyanyian pujian, dan keheningan. Ketika Yesus dipukul, umat meresapi penderitaan-Nya. Saat Ia jatuh di bawah salib, beberapa umat tampak meneteskan air mata. Momen penyaliban menjadi puncak emosi, ketika Yesus tergantung di kayu salib dan mengucapkan kata-kata terakhirnya.
Karya Iman yang Mendidik Generasi Muda
Bagi banyak anggota OMK, visualisasi ini menjadi pengalaman spiritual yang mendalam. Bagas salah satu pemeran Yesus, mengaku bahwa memainkan peran tersebut bukan hal mudah. “Saat latihan pertama saya merasa canggung. Tapi setelah mendalami maknanya, saya merasa tersentuh. Saya belajar tentang pengorbanan, tentang cinta tanpa syarat,” tuturnya.
Sementara itu, bagi Geby Arimbi yang memerankan Bunda Maria, kegiatan ini menjadi cara untuk semakin mengenal figur ibu yang setia mendampingi dalam derita. “Saya benar-benar merasakan bagaimana beratnya peran Maria. Membayangkan anaknya disiksa, tapi tetap percaya pada kehendak Tuhan,” katanya dengan suara bergetar.
Diharapkan Menjadi Tradisi yang Terus Hidup
Kegiatan visualisasi kisah sengsara Yesus ini bukan pertama kali diadakan, namun dari tahun ke tahun selalu dikembangkan dengan semangat baru. Romo Winnur berharap kegiatan seperti ini bisa terus dijaga dan diwariskan kepada generasi berikutnya.
“Semangat orang muda sangat luar biasa. Harapan saya, ini menjadi warisan iman yang hidup, bukan hanya seremoni tahunan. Tapi sungguh menjadi momen pertobatan dan permenungan yang membawa perubahan dalam hidup umat,” tegas Romo Winnur.
Kegiatan ini ditutup dengan doa bersama . Umat kemudian membubarkan diri dengan tenang, membawa pulang pesan pengorbanan dan cinta yang mendalam dari Sang Juru Selamat.
Tags
keagamaan