Hotel Mirabel Kepanjen menjadi saksi berkumpulnya tokoh lintas agama dan aktivis kebinekaan dalam sarasehan bertema “Peran Penting Perempuan dalam Menjaga Toleransi Keberagaman.”
Kepanjen, 15 Mei 2025 — Gusdurian Kanjuruhan kembali menunjukkan komitmennya dalam merawat nilai-nilai kebinekaan dan keberagaman melalui sarasehan yang digelar di Hotel Mirabel Kepanjen. Mengangkat tema “Peran Penting Perempuan dalam Menjaga Toleransi Keberagaman,” kegiatan ini dihadiri oleh tokoh lintas agama, akademisi, dan aktivis sosial dari berbagai latar belakang kepercayaan seperti Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Budha.
Acara yang berlangsung hangat dan penuh keakraban ini menghadirkan empat narasumber utama, yakni Ibu Hikmah Bafaqih, M.Pd., anggota DPRD Provinsi Jawa Timur dari Fraksi PKB; Ibu Istianah, S.Ag., Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Malang; Ibu Pendeta Tamariska Fendy Putri, S.Si., Ketua Pemuda Majelis Daerah (MD1) dan pendeta dari GKJW Sumber Pucung; serta bapak Dr. Muhammad Mahfur, M.Si., dosen Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
Perempuan sebagai Pilar Toleransi
Dalam pemaparannya, Ibu Hikmah Bafaqih menyampaikan pentingnya peran strategis perempuan, tidak hanya di ranah domestik, tetapi juga dalam memperjuangkan nilai-nilai toleransi di masyarakat. “Perempuan memiliki kekuatan emosional dan kultural yang mampu menjembatani perbedaan. Dalam konteks Jawa Timur yang multikultural, peran ini menjadi semakin penting untuk menjaga harmoni sosial,” ujarnya.
Senada dengan itu, Ibu Istianah menyampaikan pandangan dari sudut pandang spiritual Hindu. Ia menekankan bahwa nilai-nilai toleransi harus menjadi landasan dalam membangun kesadaran kolektif tentang pentingnya hidup berdampingan. “Ketika perempuan sadar akan perannya sebagai penjaga nilai-nilai luhur, maka masyarakat pun akan terbentuk menjadi lebih terbuka dan saling menghargai,” tuturnya.
Pentingnya Keterlibatan Pemuda dan Lintas Iman
Ibu Pendeta Tamariska Fendy Putri, yang juga merupakan Ketua Pemuda MD1, menekankan pentingnya pendidikan toleransi sejak dini, terutama melalui keterlibatan aktif pemuda lintas iman. “Kami di GKJW terus mendorong pemuda untuk menjadi agen perdamaian. Dalam banyak kesempatan, perempuan muda justru menjadi pelopor inisiatif sosial yang melintasi batas agama dan budaya,” katanya.
Sementara itu,bapak Dr. Muhammad Mahfur mengupas aspek psikologis dari toleransi dan keberagaman. Menurutnya, sikap toleran bukan hanya hasil dari pendidikan formal, tetapi juga pembiasaan yang dimulai dari keluarga. “Perempuan sebagai ibu dan pendidik pertama dalam keluarga memainkan peran kunci dalam membentuk generasi yang inklusif dan terbuka,” jelasnya.
Wadah Perjuangan Bagi yang Dilemahkan
Sarasehan ini dipelopori oleh Gusdurian Kanjuruhan, sebuah komunitas yang terinspirasi oleh nilai-nilai perjuangan Gus Dur. Ketua Gusdurian Kanjuruhan, bapak Erik Priyanto, yang dikenal sebagai pejuang toleransi dan aktivis pendidikan di Kabupaten Malang, menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari upaya nyata untuk memperkuat solidaritas antarumat beragama, serta menjadi wadah perjuangan bagi mereka yang kerap dilemahkan oleh sistem dan stigma sosial.
“Gusdurian bukan hanya komunitas diskusi, tetapi juga gerakan sosial yang membela kelompok-kelompok termarjinalkan. Lewat kegiatan seperti ini, kita ingin menegaskan bahwa keberagaman bukan untuk ditakuti, tetapi dirayakan,” ujar bapak Erik dalam sambutannya.
Partisipasi Lintas Agama dan Masyarakat
Kegiatan ini juga dihadiri oleh berbagai peserta dari komunitas lintas agama, mulai dari pemeluk Hindu, Budha, Kristen, Katolik hingga Islam. Salah satu peserta yang turut hadir adalah Bapak Didik, tokoh masyarakat dari Poncokusumo, yang menyampaikan apresiasinya atas semangat kebersamaan yang tercipta dalam sarasehan ini. “Di tengah arus polarisasi yang kian tajam, kegiatan semacam ini menjadi oase yang menyejukkan,” ucapnya.
Selama acara berlangsung, diskusi berjalan dengan penuh semangat namun tetap dalam suasana yang hangat dan saling menghormati. Para peserta juga saling berbagi pengalaman dalam merawat keberagaman di lingkungan masing-masing.
Penutup: Meneguhkan Komitmen Kebinekaan
Kegiatan sarasehan ini menjadi momentum penting untuk meneguhkan kembali peran vital perempuan dalam merawat nilai-nilai kebinekaan, serta memperkuat jejaring lintas iman di Malang Raya. Gusdurian Kanjuruhan menunjukkan bahwa kolaborasi antara pemuka agama, akademisi, dan masyarakat sipil adalah kunci dalam menjaga kohesi sosial di tengah keberagaman.
Dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika, sarasehan ini menegaskan bahwa toleransi bukan sekadar wacana, tetapi harus dihidupi dan diperjuangkan bersama.